Lipstik Merah yang Menyisakanku dalam Patah

Ada bekas lipstik merah di ujung jarimu setelah kamu menyeka bibirku dari noda sambal yang tertinggal di sana. Aku ingin bilang, tapi kamu buru-buru pergi. Menjawab salamku pun tidak, apalagi menoleh dan berucap perpisahan. Kamu menyisakanku dalam patah.

Aku berusaha mencari-carimu dalam kerumunan. Nyatanya yang kulihat adalah cincin uskup matahari yang mengerling jahat padaku dalam jari-jari lingkarannya. Sudut dua puluh dua derajatku lebih kaya daripada hatimu yang berjelaga itu, katanya.

Kamu pernah bilang kalau kamu dilahirkan di bumi untuk dipertemukan denganku. Tapi yang sekarang kamu miliki hanyalah segudang penyesalan penuh debu dan tungau.

Aku bertanya-tanya mengapa tak kamu robohkan saja gudang itu. Biar lama-lama aku terajah dalam sepiku, membatu abadi seperti Malin yang dikutuk ibunya.

Mati dalam warna-warni ingar bingar yang fana.

0 comments:

Post a Comment