Yang Tak Ditakdirkan Bersama


Kemarin adalah pagi kesekian aku merayau, berusaha mencari-cari jejakmu.

Dulu, ada kamu yang setiap pagi menyuguhkan segelas semangat dan seikat senyuman lewat visualisasi apapun: hanya sekadar emoji di ponsel ataupun kamu akan datang ke rumah ketika matahari bahkan masih ragu-ragu menyebarkan energinya. Lalu, semua itu tak akan pudar hingga malam aku terlelap.

Itu dulu, sekarang tidak. Pagiku kini hanya diisi rutinitas yang tak pernah berubah: menjamu diri sendiri dengan kopi hitam, secangkir penuh, tanpa gula.

Jadi, ternyata begitulah rasanya menjalani hari-hari tanpa kamu.

Aku pernah dengan bodohnya menganggap bahwa kita adalah dua unsur yang sanggup melarut. Atau paling tidak, apa yang ada dalam dirimu dan diriku akan terdispersi hingga stabil. Nyatanya, kita hanya serupa suspensi yang bahkan bisa terpisah tanpa membutuhkan metode fisika.

Aku pernah berpikir bahwa sejauh apapun jarak antara kita, bahkan hingga 461,km jarak Semarang-Jakarta maupun sejauh perjalanan sang gembala mencari harta karun dalam The Alchemist-nya Paulo Coelho, pada akhirnya kita akan ditakdirkan bersama. Nyatanya, aku yang terlalu naif.

 Karena beginilah kita akhirnya,
       kita punya dunia masing-masing, dan hati yang tak bisa dipaksakan.

Omong-omong, pagi ini, aku menyuguhkan diriku secangkir kopi dengan krimer dan gula. Rasanya manis. 

Lalu, kuputuskan sudah. Aku akan pergi saja, menemukan rumahku sendiri: entah seperti apapun itu, dan kapan aku menemukannya. Bahkan, James Henry Trotter pun bisa bahagia hanya dengan menemukan Peach Raksasa yang kemudian menjadi kehidupannya, bukan?

Berbahagialah, kamu, dengan hidupmu. Aku juga akan berbahagia di sini.

(foto: lovethispic.com)

1 comment:

  1. Jadi inget dulu waktu pernah bersama si anu, sampai akhirnya pisah karena perbedaan agama. Nyesek awalnya. Nyesek banget. Awal-awal pacaran tuh mikirnya kayak bakalan selamanya sama-sama... ahahah... naif. Tapi eh tapi, setelah lewat beberapa waktu, anehnya, perasaan itu hilang sendiri... kayak gas aja gitu dateng dan perginya nggak terasa. tiba-tiba ilang aja... and surprisingly, I have someone else now.. someone that's beyond better than si anu.. I guess God has his own perfect magical way to make things even more better. Right right?? :D

    ReplyDelete