Permisiiii... (sambil mengelap dan membersihkan debu).
Ternyata lama banget saya nggak menulis di blog ini. Ke mana aja saya selama ini? Bukan, saya bukan sedang bertanya ke kalian. Saya sedang bertanya ke diri sendiri.
Baiklah. Tadi siang saya install Iflix di ponsel saya (setelah dulu pernah install, kemudian uninstall) lalu menonton film Indonesia berjudul “Dua Garis Biru”. Baru 30 menit menonon film, saya sudah merasa semangat banget karena ternyata di dalam film ini ada banyak simbolisme!
Rasanya kayak kembali ke masa-masa kuliah, ketika ada tugas untuk menganalisis karya sastra. Lalu, ini adalah giliran saya untuk membedah film ini lewat sudut pandang saya.
1. Stroberi
Oke, secara singkat, film “Dua Garis Biru” menceritakan problematika Dara dan Bima. Kedua remaja 17 tahun itu melakukan seks (tanpa pengaman, tentunya) di luar nikah, lalu Dara hamil.
Nah, ada satu adegan yang memperlihatkan Dara sedang bimbang sembari memainkan stroberi di tangannya. Pada momen ini, saya sudah berpikir, “Stroberi ini apakah bakal jadi simbol?”
Lalu di menit-menit berikutnya, ketika Dara dan Bima pergi ke sebuah tempat aborsi, Bima sempat mampir untuk membeli jus. Jus apa yang dipesan? Yaaap, jus stroberi! Adegan ketika ibu penjual jus menyiapkan stroberi, memasukkannya ke dalam blender---bercampur dengan air dan es batu, ditampilkan dengan jelas. Pikir saya, jelas ini merupakan simbol!
Bagi saya, stroberi ini merupakan gambaran hubungan Bima dan Dara. Secara umum, stroberi identik sebagai lambang cinta. Dari beberapa referensi yang saya baca, lambang ini muncul sejak zaman Yunani Kuno, karena Aphrodite (atau Venus, dalam mitologi Romawi) sebagai Dewi Cinta juga memiliki lambang dengan buah tersebut. Kenapa menggambarkan hubungan Dara dan Bima? Dalam film, mereka pacaran. Dan beberapa kali secara eksplisit, entah Dara atau Bima mengungkapkan baha mereka saling menyayangi.
Kemudian, ketika adegan jus stroberi muncul, saya merasa itu bermakna bahwa hubungan keduanya berada di ambang masalah. Stroberi dihancurkan, halus, lebur sampai tak terlihat lagi. Akankah demikian kisah mereka? Kemudian, ada adegan ketika Dara berlari menjauh dari tempat aborsi, lalu dikejar oleh BIma, dan kemudian mereka pun berdebat. Jus stroberi yang dibeli Bima kembali tersorot dengan jelas, tampak mencolok dan senada dengan sebagian warna jaket Dara. Ini seolah menunjukkan banyak hal: semangat dan jiwa muda menggelora dari Dara karena Dara sebetulnya memiliki banyak target untuk masa depannya (di dalam film Dara digambarkan sebagai murid yang cerdas dan berkeinginan kuat untuk kuliah ke Korea), keberanian dari kedua remaja itu sampai-sampai mereka bisa melakukan hubungan di luar batas, sekaligus bahaya yang menghampiri mereka (karena merah juga menyimbolkan warna darah).
2. Ondel-Ondel
Apakah ondel-ondel semata-mata untuk menunjukkan setting lokasi? Bagi saya, tidak. Dari awal, kemunculannya sangat simbolis sekali. Mulanya, diceritakan bahwa Bima sedang mencari Pong. Ternyata, Pong adalah anak di dalam Ondel-ondel itu. Bima menemui Pong, meminjam uang Pong karena kondisi daruratnya. Dari tampilannya, Ondel-ondel itu adalah perempuan, karena wajahnya berwarna putih, mengenakan lipstik, dan berpakaian dengan cara perempuan.
Cara Bima meminjam uang ini menunjukkan bahwa sebagai seorang laki-laki, Bima belum cukup mandiri untuk berdiri sebagai kepala keluarga di hadapan seorang perempuan, karena bahkan untuk menyelesaikan masalahnya dengan Dara, ia masih bergantung pada perempuan.
Warna pakaian Ondel-ondel ini juga biru, mengikuti judulnya. Warna biru memang bisa memunculkan tampilan resmi dan formal seperti yang dipakai dalam logo-logo brand besar, tapi jangan lupa bahwa biru juga melambangkan kesedihan. Awalnya, ketika pertama kali tahu judulnya, saya bingung, mengapa biru? Padahal di test pack, garis yang muncul bukan biru. Ternyata, karena isi filmnya memang benar-benar gloomy, mengisahkan kesedihan dan problematika ketika anak sekolah hamil tanpa direncakanan.
Sebagai tambahan, dalam kepercayaan, Ondel-ondel juga merupakan penolak bala. Di dalam film ini, mungkin Ondel-ondel ini adalah dua hal yang berseberangan, sosok yang abu-abu. Dia adalah penolak bala, sebagai tanda bahwa masih ada harapan, bahwa segala masalah akan bisa diselesaikan. Namun, dia berpakaian biru yang melambangkan kemuraman.
Ondel-ondel ini juga sempat muncul ketika Dara berjalan menuju rumah Bima setelah dia diusir dari orang tuanya. Pong memanggil Bima, hanya sekadar nama, seakan-akan ada kemuraman yang sedang menyapanya..
Lalu Ondel-ondel ini juga ada dalam adegan ketika Dara berdiri di atas jembatan, dengan pikiran kalut. Pong sang Ondel-ondel menemaninya, tanpa kata-kata. Ia seperti kesedihan yang sedang memeluk sekaligus menyampaikan harapan.
3. Lorong
Setelah diusir dari orang tuanya, Dara menuju tempat Bima. Untuk menuju ke rumah, mereka perlu berjalan kaki terlebih dahulu melewati jalan-jalan sempit. Ada satu momen ketika Bima berjalan duluan di depan, melewati lorong sempit yang gelap. Dara mengikuti di belakangnya. Kemudian, Dara sempat berhenti, sejenak menengok ke belakang. Adegan ini seolah bermakna bahwa Dara akan menuju ke tempat yang berisi ketidakpastian, bahwa ia akan menggantungkan masa depan dan cita-citanya karena ada bayi di dalam perutnya dan ia harus mengikuti Bima.
4. Jembatan
Setelah melewati lorong, ada jembatan yang perlu Dara lewati. Bapak dan Ibu Bima berjalan duluan di depan, bersebelahan. Bima dan Dara berjalan di belakang, ada jarak yang memisahkan mereka dengan Ibu Bapak. Saya merasa bahwa ini menunjukkan bahwa mereka akan segera menjadi seperti Ibu Bapak--menjadi orang tua yang membesarkan anak.
Lalu, jembatan ini juga menjadi latar tempat ketika orang tua Dara akhirnya datang menjemput. Alih-alih langsung mampir ke rumah (toh mereka sudah berjalan kaki cukup jauh untuk menuju ke jembatan, kenapa tidak sekalian?) mereka justru menunggu di atas jembatan. Bagi saya, jembatan ini merepresentasikan jurang di antara keluarga tersebut. Yang mana Dara berasal dari keluarga berada, sementara Bima berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Amat jauh kalau keduanya disandingkan.
5. Maps: Jalan Buntu Putar Balik
Bima dan keluarga pergi untuk melamar Dara. Di perjalanan, Bima sempat berkata, “Kita ngikutin maps aja, ya.” (Atau entah dengan kalimat spesifik yang lainnya, intinya kurang lebih seperti itu, ya.)
Sesampainya di rumah Dara, bapak Bima langsung menyampaikan maksud dan tujuannya. Di tengah suasana muram yang mencekam, tiba-tiba suara dari Maps muncul, berseru lantang, “Jalan buntu, putar balik.”
Awkward banget adegan ini. Mbak-mbak Google Maps kayak lagi mengolok-olok bahwa situasi yang dihadapi kedua keluarga itu sedang stuck, mau nggak mau mereka harus menikahkan anak mereka dulu agar ada status keluarga dan sebagai bentuk tanggung jawab. Mereka nggak bisa memutar waktu, mereka nggak bisa menghindar lagi.. sama seperti Bima yang buru-buru mematikan suara maps-nya, karena ia tahu bahwa permasalahan ini sangat rumit dan ia tidak bisa kabur.
Sebetulnya, masih ada lagi simbol-simbol yang bertebaran dalam film. Misalnya, adegan ketika teman-teman Dara muncul dan mengajaknya belanja. Pakaian yang dicoba Dara juga tampak sebagai simbol dalam film ini. Kerang juga. Hm, sepertinya masih banyak simbol yang bisa ditelaah. Saya sudahi di sini saja atau saya buat tulisan selanjutnya, ya?
0 comments:
Post a Comment