Meramu Rindu


Rinduku adalah kamu. Ia melangut tanpa memperhatikan waktu. Ia selalu ada, dalam satu hari, satu menit, satu detik, bahkan hingga kamu tak kuasa menghitungnya lagi. 
 
Tanpa pengharapan, rasa ini bersemai; ia membuatku bisu, gagu, dan gagap akan gegap gempitanya manusia-manusia yang sedang bergembira menyelami waktu. Di sana mereka ada, di sini mereka ada. Namun, di mataku, hanya ada sosok kamu. Ada, tapi tak tergapai.

Rinduku melarut hingga cair. Ia bergerak mengikuti ke manapun aku menjejakkan kaki. Suara-suara tak berwujud seolah mencemooh. Rasakan bagaimana rindu itu menyelimutimu, membungkusmu dalam keputusasaan, katanya.
Putus asa bukan caraku, sahutku.

Rinduku serupa malam yang tergilas pagi; ada kesabaran tak berbatas untuk menunggu hingga sang bulan kembali hadir menyapa. Lalu ada, dan terjaga.

Rinduku membahagiakanku. Ia melagukan memori kamu dan aku. Ia menorehkan rupa dirimu dalam ingatanku. Ia mendongengkan kisahmu, sosokmu, tingkahmu.... 

Rinduku, telah diramu dari kenangan-kenangan yang dulu ada. Aku bisa mengingatnya, tanpa luka. Aku ingin menjaganya, tanpa ragu.

     : rinduku adalah kamu, Tuan.


(foto: fadlillahocta.tumblr.com)

0 comments:

Post a Comment